Wednesday, 26 March 2014

KEMACETAN IBU KOTA DAN SOLUSINYA

Jakarta, ibu kota Indonesia, motor penggerak perekonomian dan pemerintahan. Namun motor itu kini kian lambat, kian menuju stagnansi. Mengapa demikian? Kemacetan telah menjadi momok dari sekian banyaknya masalah yang belum terselesaikan di Jakarta.

Kemacetan yang biasanya terjadi di hari senin sampai jumat saja kini juga terjadi di akhir pekan, bukan hanya itu saja, pinggiran kota Jakarta sekarang ini sudah mulai ikut ikutan bermacet macet ria layaknya di pusat kota.

Harga mobil impor yang semakin murah menjadi pemicu warga jakarta untuk membeli dan menjadikan mobil mewah tersebut sebagai solusi nya. Hilangnya rasa aman dan kepercayaan terhadap moda transportasi umum di jakarta menjadi akibat pendukung nya juga.

Pemerintah Jakarta yang lebih gemar mendukung perusahaan perusahaan pengimpor mobil mewah dan tidak memperhatikan nasib moda transportasi umum Jakarta menjadi kausalitas utama.

Volume kendaraan yang tidak diseimbangi oleh volume jalan itulah gambaran sederhana kemacetan di Jakarta jika dirumuskan. Belum lagi proyek monorel yang "digantung" di sepanjang jalan menuju senayan membuat para pengguna jalan merasakan keputus asa an kemacetan yang ada di Jakarta.

Berangkat dan pulang kerja selalu ditemani oleh kemacetan, keterlambatan masuk kerja, serta menurunnya produktifitas pegawai adalah bukti konkrit kemacetan di Jakarta. Biasanya seseorang menempuh perjalanan menuju kantornya hanya 1 jam, kini bisa sampai 2 atau 3 jam jika menggunakan bus ataupun mobil. Lamanya perjalanan mengakibatkan stress untuk melakukan kegiatannya dan hal itu bisa berdampak pada terganggunya seseorang secara psikis dan bisa menurunkan produktifitas kerja seseorang.

Jika hal ini terus menerus dibiarkan, tidak diragukan lagi, 5 atau 10 tahun lagi Jakarta akan stagnan. Lalu apa yang harus kita lakukan? Apa yang harus pemerintah lakukan?

Sinergi antara pemerintah dan warganya lah yang bisa menjadi pemecah masalah. Langkah awalnya adalah pemerintah membuat angkutan umum swasta menjadi BUMN semuanya, para sopir yang tadinya mengejar setoran dan ugal ugalan harus diubah menjadi pegawai yang memiliki gaji tetap dan juga etika layaknya pegawai yang terdidik, hal ini bisa mengubah image angkutan umum jakarta yang tadinya carut marut menjadi lebih elegan, aman, dan menjanjikan. Jika hal itu bisa terealisasi, rasa kepercayaan warga terhadap angkutan umum bisa pulih lagi dan bisa beralih kembali ke angkutan umum.

Lalu kita sebagai warga harus merubah mindset bahwa kendaraan mewah dan gaya hidup dan kebanggaan memiliki mobil mewah adalah bukan solusi untuk menyudahi drama kemacetan ini, kita harus berpikir bahwa mengurangi volume kendaraan khususnya mobil  dan beralih ke kendaraan umum adalah cara kita untuk menuntaskan kemacetan ibu kota.

Saran ini memang mudah jika dituangkan di atas kertas, tapi pengaplikasiannya tidak semudah yang kita bayangkan, tapi setidaknya cahaya harapan masih ada untuk menolong ibu kota Negeri kita yang tercinta ini.

No comments:

Post a Comment