Wednesday 27 August 2014

Konsumsi hiburan ibu ibu di Negeri Bebek



Menulis sambil mendengarkan dialog sinetron yang ada di tv swasta negeri bebek ini sangat sulit lho.
Isi dialog nya perdebatan ngalor  ngidul ga jelas. 

Kegalauan yang tak ada habisnya, perselingkuhan, perkelahian, dan juga monlog yang kesannya kayak orang sinting.

Ironisnya, tayangan tayangan di negeri bebek ini yang mengkonsumsi didominasi oleh para ibu ibu.
Ya ibu ibu, yang menjadi guru pertama untuk para anak anak yang sedang tumbuh dan berkembang harus mau dan tanpa sadar mau dengan alas an “tidak ada hiburan lagi” akhirnya menonton tayangan sinetron yang tidak jelas plotnya ini.

Bagaimana ibu ibu kerjaan nya tidak bergosip? Toh tontonan setiap malemnya adalah adegan adegan iri hati dan kedengkian.

Bagaimana ibu ibu pemikirannya tidak teracuni oleh paranoid perselingkuhan jika mereka selalu menonton adegan adegan yang pemeran utamanya berselingkuh dan bertengkar di rumah tangganya.

Yang seharusnya ibu ibu di negeri bebek ini memikirkan cerita cerita sebelum tidur untuk anak yang penuh dengan kepahlawanan rosul dan para sahabat, kini malah setiap malam memikirkan “kira kira episode apalagi ya yang ada di sinetron favorit kita?”

Yang seharusnya para ibu memikirkan harus masak apa untuk sang suami yang baru pulang kerja dan beribadah supaya bisa membahagikan suaminya, kini malah berpikir “istri sudah tidak harus patuh kepada suami, toh seperti di sinetron, suami doyannya selingkuh”
Benar, sekali lagi, perang lewat pemikiran ini sangatlah berbahaya, tak menyentuh tapi pengaruhnya luar biasa.

Walaupun aku tau Takwa itu sulit



Petang ini awalnya biasa, aku berangkat menuju masjid untuk melaksanakan shalat Maghrib.
Sesampainya di sana, adzan berkumandang, shaf shaf pun mulai merapikan barisannya, aku mendapat urutan shaf kedua tengah tengah di belakang imam.

Rakaat pertama sudah sedikit lagi terlaksana, lalu di tengah tengah kekhusyukan ku, entah kenapa mata ini melirik ke kiri dari barisan shafku.

Terlihatlah pemandangan seorang bapak bapak yang melaksanakan shalat dan duduk di antara dua sujud yang tak biasa.

Bapak itu meluruskan kaki nya dan tidak menekuk kakinya seperti gerakan gerakan shalat biasanya, terlihat wajahnya yang menahan sakit.

Aku mencoba menerka di tengah shalatku, lalu bertanya “orang dengan halangan seperti itupun tetap gigih melaksanakan shalat 5 waktu berjamaah di masjid, sedangkan diri ini yang masih kuat dan masih sehat terkadang angin anginan untuk shalat berjamaah di masjid”

Dengan tamparan lembutNya aku pun melanjutkan shalatku dengan khusyuk dan berdoa agar diri ini terus berusaha sekeras mungkin untuk membenarkan ibadahku terhadapNya

Dan berdoa semoga aku bisa menjadi Imam di antara orang orang yang bertakwa, 

walaupun aku tau takwa itu sulit, tapi kesulitan ini setimpal dan berarti untuk terus digapai bukan?

Kau Tak Akan Tahan duduk di sampingku jika....

Sungguh , jika kau bisa mencium lumuran dosaku, kau tak akan tahan duduk di sampingku.
Diri ini selalu berharap banyak doa dan pengharapan yang luar biasa, menagih dan terus menagih bisyarahNya tanpa memandang diri ini layak atau tidak.
Terus menerus meminta kuasaNya yang kita kenal dengan Kun fayakun, tanpa memantaskan diri ini apakah diri ini berhak meminta kuasanya sedangkan untuk menjinakan pikiran zalim yang ada diri ini pun belum sanggup.
Menuntut sang Maha Mengatur untuk mengatur sesuatu yang ada di dunia yang fana ini, tanpa dibarengi oleh tindakan syariat Islam secara Kaffah, sedangkan diri ini tau, islam adalah sebuah system yang di dalamnya terdapat suatu syariat yang kita tidak bisa mengambil setengah dan membuang setengahnya, syariat ini harus kita terapkan secara sempurna, kaffah.
Diri ini sering kali meminta sesuatu yang mirip dengan pekerjaan dan kewajiban Rasulullah, mengislam kan yg belum islam  dan menasehati saudara muslim di dalam sebuah kebaikan lewat dakwah tetapi diri ini masih sangat jauh dari pantas untuk sekedar menyentuh kata aktif di dalam jalan perdakwahan.
Diri ini acapkali berdoa kepada yang Maha menguasai hati manusia agar wanita yg kusayangi bisa kembali menyayangi diri ini, akan tetapi pribadi ini pun amat jauh dari kategori agar dicintai oleh Alloh SWT.
Diri ini sering mengeluarkan dalil dalil hadist baginda Rasulullah dengan niat orang orang terdekat akan lebih mendekat dengaNya, akan tetapi untuk membuka Al Quran di setiap harinya pun sangat berat.
Takut, diri ini sungguh takut dengan apa yang ada di pikiranku sendiri, pikiran zalim yang diracuni oleh hal hal yang mau menghancurkan Islam secara pikiran, apakah ini yang di kwatirkan oleh Jalaludin Ar Rumi, ketika beliau berdoa agar dilindungi dari pemikirannya sendiri.
Perang masa kini bukan hanya perang dengan senjata dan kekerasan, akan  tetapi perang pemikiran, di mana pemikiran sekuler yg menuhankan materi dan beranggapan bahwa Alloh hanya ada di masjid mulai mengakar di dalam pikiran dan hati para muslimin dan muslimah, tak terkecuali diri ini.
Sungguh jika kau tau betapa buruknya pikiran yang ada di dalam diri ini, kau akan meludahi diri ini.
Tetapi layaknya teori keseimbangan, di mana ada kegelapan di situ pasti ada cahaya, cahaya itu adalah kesempatan kita untuk kembali kepadaNYa, kembali kepada syariatNya, kembali ke jalan ke istiqomahan dan ketaatan.
Jalan ini memang tidak mudah, jalan ini tidak sama dengan jalan kemaksiatan yg mudah, jalan ketaatan berunduk unduk dan penuh dengan musibah dan kesulitan.
Sama dengan jalan para nabi dan juga para sahabat yang sudah menjadi penghuni surga, jalannya penuh dengan cobaan dan musibah, tapi karena hal itu mereka berhak mendapatkan tempat di surgaNYa.

Sekarang pilihan ada di tangan kita dan juga diri ini, ingin menjadi umat yang spesial atau umat yang biasa biasa saja?
Umat yang biasa biasa saja itu ibarat umat yang menaiki sebuah kereta tercepat dan termewah di dunia, dengan kenikmatan yang tak tertandingi di dunia, mereka rela di bawa ke mana saja walaupun mereka tau tujuannya itu ke jurang.
Sedangkan umat yang special adalah umat yg memiiki tujuan hidup menuju surgaNya, menggapai ridhonya, bukan umat yg ingin menggapai ilmu agar menjadi “orang” tapi umat yang mencari ilmu agar ilmu itu bisa membawanya menuju jannahNya.
Pilihan ada di tangan kita, yang  special atau yang biasa?