Sungguh , jika kau bisa mencium lumuran dosaku, kau tak akan
tahan duduk di sampingku.
Diri ini selalu berharap banyak doa dan pengharapan yang
luar biasa, menagih dan terus menagih bisyarahNya tanpa memandang diri ini
layak atau tidak.
Terus menerus meminta kuasaNya yang kita kenal dengan Kun
fayakun, tanpa memantaskan diri ini apakah diri ini berhak meminta kuasanya
sedangkan untuk menjinakan pikiran zalim yang ada diri ini pun belum sanggup.
Menuntut sang Maha Mengatur untuk mengatur sesuatu yang ada
di dunia yang fana ini, tanpa dibarengi oleh tindakan syariat Islam secara
Kaffah, sedangkan diri ini tau, islam adalah sebuah system yang di dalamnya
terdapat suatu syariat yang kita tidak bisa mengambil setengah dan membuang
setengahnya, syariat ini harus kita terapkan secara sempurna, kaffah.
Diri ini sering kali meminta sesuatu yang mirip dengan
pekerjaan dan kewajiban Rasulullah, mengislam kan yg belum islam dan menasehati saudara muslim di dalam sebuah
kebaikan lewat dakwah tetapi diri ini masih sangat jauh dari pantas untuk
sekedar menyentuh kata aktif di dalam jalan perdakwahan.
Diri ini acapkali berdoa kepada yang Maha menguasai hati
manusia agar wanita yg kusayangi bisa kembali menyayangi diri ini, akan tetapi
pribadi ini pun amat jauh dari kategori agar dicintai oleh Alloh SWT.
Diri ini sering mengeluarkan dalil dalil hadist baginda
Rasulullah dengan niat orang orang terdekat akan lebih mendekat dengaNya, akan
tetapi untuk membuka Al Quran di setiap harinya pun sangat berat.
Takut, diri ini sungguh takut dengan apa yang ada di
pikiranku sendiri, pikiran zalim yang diracuni oleh hal hal yang mau
menghancurkan Islam secara pikiran, apakah ini yang di kwatirkan oleh Jalaludin
Ar Rumi, ketika beliau berdoa agar dilindungi dari pemikirannya sendiri.
Perang masa kini bukan hanya perang dengan senjata dan
kekerasan, akan tetapi perang pemikiran,
di mana pemikiran sekuler yg menuhankan materi dan beranggapan bahwa Alloh
hanya ada di masjid mulai mengakar di dalam pikiran dan hati para muslimin dan
muslimah, tak terkecuali diri ini.
Sungguh jika kau tau betapa buruknya pikiran yang ada di
dalam diri ini, kau akan meludahi diri ini.
Tetapi layaknya teori keseimbangan, di mana ada kegelapan di
situ pasti ada cahaya, cahaya itu adalah kesempatan kita untuk kembali
kepadaNYa, kembali kepada syariatNya, kembali ke jalan ke istiqomahan dan
ketaatan.
Jalan ini memang tidak mudah, jalan ini tidak sama dengan
jalan kemaksiatan yg mudah, jalan ketaatan berunduk unduk dan penuh dengan
musibah dan kesulitan.
Sama dengan jalan para nabi dan juga para sahabat yang sudah
menjadi penghuni surga, jalannya penuh dengan cobaan dan musibah, tapi karena
hal itu mereka berhak mendapatkan tempat di surgaNYa.
Sekarang pilihan ada di tangan kita dan juga diri ini, ingin
menjadi umat yang spesial atau umat yang biasa biasa saja?
Umat yang biasa biasa saja itu ibarat umat yang menaiki
sebuah kereta tercepat dan termewah di dunia, dengan kenikmatan yang tak
tertandingi di dunia, mereka rela di bawa ke mana saja walaupun mereka tau
tujuannya itu ke jurang.
Sedangkan umat yang special adalah umat yg memiiki tujuan
hidup menuju surgaNya, menggapai ridhonya, bukan umat yg ingin menggapai ilmu
agar menjadi “orang” tapi umat yang mencari ilmu agar ilmu itu bisa membawanya
menuju jannahNya.
Pilihan ada di tangan kita, yang special atau yang biasa?